Siapa
sih yang suka diputus pacar? Mengapa tidak semua orang langsung ketemu
soulmate, menikah dan hidup bahagia selama-lamanya? Mengapa harus ada
perselisihan, pertengkaran, putus cinta, patah hati dan sakit hati?
Jawaban
dari pertanyaan diatas sama dengan jawaban untuk pertanyaan: mengapa
kita harus hidup di dunia ini kalau hanya untuk susah? Mengapa Tuhan
mengijinkan penderitaan? Dan saya rasa semua orang sudah tahu bahwa
salah satu jawabannya adalah karena kita datang ke dunia ini untuk
belajar, to attend the school of life.
Jadi, pelajaran apa yang bisa kita ambil dari peristiwa diputusin pacar? Saya rasa banyak sekali. Diantaranya adalah:
1. Berdamai dengan ketertolakan.
Bagaimana
mungkin? Ditolak itu kan sakit! Memang, tetapi sayangnya semua orang
mau tidak mau harus mengambil pelajaran yang bernama ketertolakan
(rejection) ini. Mari kita ingat-ingat dalam situasi apa saja kita
pernah ditolak? Kalau tidak ditolak pacar, ya ditolak perusahaan seperti
lamaran tidak diterima, dipecat, dimutasi ke tempat yang tidak
menyenangkan, orang lain yang dipromosikan padahal kita merasa lebih
capable, dsb. Atau melalui interaksi kita dengan orang lain dalam
kehidupan sehari-hari seperti ide kita ditolak, perasaan kita diabaikan,
permintaan kita tidak ditanggapi, tidak diterima oleh kelompok yang
ingin kita masuki karena dianggap tidak selevel, dsb. Bisa juga ditolak
orang tua – diperlakukan seperti anak tiri, pendapatnya tidak dihargai,
tidak diterima seperti apa adanya, dibeda-bedakan, diusir, dll.
Intinya
adalah, meskipun seandainya kita tidak pacaran, kita tetap akan bertemu
dengan yang namanya ketertolakan. Sementara itu kalau kita telah
mempelajarinya ketika pacaran, pengetahuan yang kita dapat akan berguna
bukan hanya dalam kehidupan per-cinta-an tetapi bisa kita pakai di dunia
kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana caranya berdamai dengan ketertolakan?
Di
dunia ini, penolakan adalah hal yang biasa. Artinya, semua orang pasti
pernah mengalaminya dan bagi yang belum, ini hanya masalah waktu saja.
Egolah yang mengatakan bahwa ini hal yang luar biasa. Ego yang tugas
utamanya melindungi gambar diri tuannya melihat penolakan sebagai
ancaman karena mengandung pesan bahwa tuannya tidak lagi yang terbaik.
Perhatikan kalimat-kalimat yang muncul di kepala ketika kita ditolak,
“Emang kurangku dimana sih?” “Aku mesti gimana lagi, semuanya sudah
kulakukan!”, “Dia ga’ pernah mau melihat kelebihanku, yang dilihat cuma
kekuranganku mulu.” “Sebegitu burukkah penampilanku?” dsb.
Hati
kita tidak akan bisa tenang kalau pikiran kita termakan oleh
kekhawatiran ego. Berhati-hatilah, karena semakin kita ikuti
kata-katanya, semakin dalam kita mengecilkan diri sendiri- “Memang sudah
nasibku begini,” “Aku dilahirkan memang hanya untuk disakiti,” “Semua
usahaku sia-sia. Aku memang ditakdirkan untuk gagal,” “Aku memang ngga’
bakalan bisa berhasil,” “Emang aku ini pembawa sial,” dan lebih parah
lagi kalau kita mulai mengecilkan kasih Tuhan; “Kok Tuhan tega sih
membiarkan ini terjadi?” “Tuhan jahat. Percuma saja tiap hari aku
berdoa,” “Tuhan tidak peduli,” “katanya Tuhan mengasihi umat-Nya, mana
buktinya?” dsb.
Saya
tidak mengatakan ego itu jelek. Kita justru wajib berterima kasih
karena kerajinannya dalam mengingatkan kita ketika dirasanya ada bahaya.
Hanya saja kalau kita biarkan ia memimpin, kita akan dikuasainya. Dan
ini berbahaya karena ego hanya bisa mengenali bahaya tetapi tidak
memiliki jalan keluar karena itu kata-katanya selalu menyuarakan
ketakutan. Mengikuti jalan pikiran ego tidak akan pernah bisa memecahkan
masalah. Sebaliknya, akan membuat kita semakin panik. Lama-lama stress
atau depresi dan kalau sudah kalut sekali bisa-bisa bunuh diri. Jadi
sekali lagi, hati-hati.
Beberapa langkah untuk berdamai dengan ketertolakan.
a.
Tenangkan pikiran. Pada awalnya pasti sangat susah. Hati yang tertolak
adalah seperti rumah yang sedang digoyang badai. Tidak stabil dan
sepertinya sangat mudah ambruk. Dalam situasi seperti ini sangat
dianjurkan untuk tenang. Tidak perlu melakukan apa-apa. Kalau masih
belum bisa menguasai pikiran (maunya cari-cari kesalahan dan kejelekkan
dia) dan perasaan masih sulit dikendalikan (pinginnya njerit, marah,
nangis, tersinggung, kecewa, dsb) tidak apa-apa. Ini proses wajar. Semua
orang yang tertolak mengalami hal yang sama. Yang penting, jangan
mengambil keputusan untuk melakukan sesuatu, apalagi mencari pacar
pengganti. Ini berbahaya. Berusaha memecahkan masalah dalam keadaan
seperti ini adalah seperti berusaha menegakkan rumah yang sedang
digoyang badai. Percuma dan bisa jadi malah membuatnya semakin cepat
roboh. Lebih baik cari cara untuk menenangkan diri sambil menunggu badai
reda.
b.
Setelah tenang, mulailah menata hati dan pikiran. Hentikan usaha untuk
mencari siapa yang salah dan siapa yang benar. Percaya bahwa jika Allah
mengijinkan hal ini terjadi pasti Allah mempunyai rencana yang baik
untuk kita. Terima kenyataan bahwa ditolak itu sakit dan ijinkan kita
merasakannya. Jangan ditengking dan jangan dihindari tetapi kita hadapi
saja karena justru disinilah pelajarannya. Bapa kita yang baik ingin
mengajarkan kepada kita bahwa kita dirancang untuk menguasai perasaan
kita. Artinya, seberapa pedih dan sakit perasaan itu, Bapa menjamin
bahwa kita tidak akan bisa dikalahkannya. Karena itu, untuk mengetahui
bahwa kita memang lebih besar dari perasaan kita, mari hadapi saja.
Percayalah, ketika kita ijinkan diri kita merasakan sakit hati ini
dengan tenang, kita memegang kendali atas perasaan tsb. Kita akan
melihat bahwa penolakan itu memang menyakiti hati tetapi tidak menguasai
pikiran apalagi mendikte langkah kita.
c.
Berdoa dan mengucap syukur karena telah diijinkan mengalami hal ini.
Sakit yang kita rasakan mengajarkan kita banyak hal, salah satunya
adalah kasih. Orang yang sudah tahu sakitnya ditolak dan berhasil
menguasai perasaan ini biasanya lebih bisa memahami mereka yang
mengalami hal yang sama. Ia akan gampang bersimpati, sabar dan tidak
mudah menghakimi ketika melihat saudaranya masih bergumul dengan
perasaannya.
d.
Sama sekali tidak dianjurkan untuk melarikan diri dari persoalan dengan
cara menyibukkan diri atau melakukan hal-hal yang bisa mengalihkan
perhatian karena ini berarti kita menghindari pengalaman tersebut,
kecuali kita memang sama sekali tidak siap untuk melihat pengalaman ini.
Tetapi jangan terlalu lama. Sekali lagi, ini adalah mata kuliah yang
harus kita ambil di sekolah kehidupan ini. Meskipun hati kita bisa agak
terhibur, lari dari persoalan sama saja dengan menunda pelajaran yang
sudah dirancang dan diberikan kepada kita. Cepat atau lambat kita pasti
akan mengalami lagi, dengan pelajaran yang mungkin lebih susah atau
lebih menyakitkan.
2. Memperbaiki Gambar Diri
Pacaran
adalah alat yang sangat cocok untuk mengetahui konsep gambar diri kita
yang sebenarnya. Ini terlihat dari pandangan kita mengenai siapa kita di
hadapan sang pacar. Latar belakang keluarga sangat mempengaruhi gambar
diri kita. Gambar diri yang sehat adalah gambar diri sesuai yang
difirmankan Allah, diantaranya adalah bahwa kita ini berharga sehingga
layak untuk dikasihi, dihargai, dilindungi, diperhatikan, didengarkan,
dihormati, dipercaya, dsb, karena kita adalah anak-anak Allah, Bapa yang
Maha Kasih.
Jangan
berkecil hati kalau pacar (atau mantan) tidak bisa memperlakukan kita
secara demikian tetapi tanamkan keyakinan bahwa berharap kepada Allah
tidak akan pernah mengecewakan. Bagi ego, kekalahan adalah kematian.
Jadi ketika dilihatnya sang tuan terpuruk karena dikalahkan oleh sakit
hatinya, ego akan mulai menyanyikan lagu-lagu kematian. Waspadai pikiran
yang melintas mengatakan kalimat-kalimat seperti ini, “Aku merasa sama
sekali tidak berharga. Begitu saja dicampakkan setelah tidak dibutuhkan,
“ “Aku memang pantas untuk dibuang,” “Aku memang manusia tidak berguna.
Selama ini aku mengira aku masih layak untuk dicintai. Ternyata itu
semua cuma mimpi,” dst. Biarkan dulu pikiran tersebut melintas. Tidak
usah ditanggapi. Setelah itu baru katakan kebenaran mengenai siapa kita.
“Biarlah orang tidak bisa menghargai aku, tapi aku percaya di hadapan
Bapa aku adalah anak-Nya yang berharga.” “Biarlah orang merendahkan aku,
tapi aku percaya Bapa akan meninggikan aku.” “Biarlah orang menghina
aku, tapi aku percaya Bapa akan membelaku,” dst. Cari ayat-ayat di
Alkitab yang menguatkan.
3. Mengampuni
Hasil
dari mengampuni adalah melupakan atau lebih tepatnya kita tidak lagi
sakit hati ketika mengingat peristiwa tsb. Tetapi mengampuni sendiri
tidak sama dengan melupakan. Jadi jangan khawatir jika kita tidak bisa
melupakan pengalaman yang menyakitkan ini. Mengampuni adalah mengakui
bahwa Allah, Bapa kita yang Maha Pengasih, mengetahui dan mengijinkan
pengalaman ini untuk terjadi. Bapa melihat, mengawasi dan peduli dengan
apa yang terjadi. Ia juga tahu bahwa pengalaman ini menyakitkan tetapi
Ia ijinkan terjadi karena Ia ingin menjadikan anak-Nya kuat.
Singkat
kata, jika sesuatu Allah ijinkan terjadi, ada kesempurnaan dalam
kejadian itu. Siapa kita untuk mengubah jalan ceritanya? Sekarang,
ketika hati sedang hancur dan pikiran sedang kacau, kita memang tidak
bisa melihat kesempurnaan tersebut. Tetapi nanti setelah kita menguasai
pelajarannya, percayalah, kita akan melihat betapa indah dan sempurnanya
kasih Bapa. Banyak orang besar dan berhasil mengatakan bahwa bahkan
seandainya mereka bisa, mereka tetap tidak akan merubah satu kejadianpun
di masa lalunya, meski itu sangat pahit sekalipun. Alasannya adalah
bahwa masa lalu yang sulit itulah yang telah menjadikan mereka besar dan
kuat.
Sementara
itu supaya hati tidak terus-terusan nyeri ketika ingat wajah sang
mantan, selalu katakan, “Aku mengasihimu. Terima kasih karena telah
memungkinkan aku mengambil pelajaran ini.” Lakukan hal yang sama setiap
kali terlintas kata-kata atau perbuatannya yang menyakitkan. Dengan cara
ini kita tidak melihatnya sebagai musuh melainkan sebagai seorang
teman.
Saya yakin kasih itu indah. Dengan memilih untuk tetap mengasihi apapun yang terjadi, kita menjaga keindahan kasih itu
0 comments:
Post a Comment
Silakan Berkomentar sesuka Hati Anda Demi Kelancaran Kami Membangun Blog Ini.